Postingan Populer

Rabu, 21 Januari 2015

Presipitasi Berwujud Cairan

Oleh: Arini Hidayah

"Aku menyukai presipitasi berwujud cairan,
seperti biasan cahaya yang datang setelahnya."

Deras. Tubuh melemas.
Tak bisa segera pulang. Dihadang.
Basah. Seluruhnya tanpa celah.
Sendirian berteduh. Rapuh.

Bedua. Berteduh disisi jendela.
Kaku malu-malu. Tersipu.
Banjir. Tergoda bermain air.
Gelak tawa menggema. Canda.

Berlalu. Aku masih bersamamu.
Tepat di akhir hari. Menemani.
Pulang. Kau antar aku sampai gerbang.
Tiba meski semua kuyup basah. Rumah.

Esok. Tidak lagi berniat belok.
Tertuju satu tujuan. Ke depan.
Bersama. Melangkah menikmati cinta.
Di bawah derasnya bergandengan. Hujan.

"Aku membenci presipitasi berwujud cairan,
seperti terik yang tak pernah datang bersamanya."

Pisah. Bersama sudah gerah.
Tak mampu lawan rintang. Perang.
Hujan. Sudah tak mampu lagi ungkapkan.
Pasrah pada takdir. Berakhir.

Kecewa. Kudengar hujan baru temukan pelanginya.
Sedang hatiku berangsur mengeras. Panas.
Beku. Sedang tatap dan laku jadi kaku.
Berhenti berperang. Pulang.

Mesra. Hujan selalu diiringi pelanginya.
Sebab setia sudah tak lagi ada. Dusta.
Makna. Cinta tak lagi membara.
Berujung pada muara laut. Kalut.

Indah. Tentang hujan memang tak pernah berubah.
Tapi bagai panas gelisah. Pisah.
Bersamamu. Bagai hujan dengan panas yang tak padu.
Katamu cinta masih tersisa. Percaya.

Bekasi, 21 Januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar