Postingan Populer

Jumat, 16 Januari 2015

Emosi Kopi


Diracik oleh: Anisa Rahayu, Arini Hidayah, Ferrara Ferronica, Luthfiatul Fuadah, dan Sukmawati

Secangkir kopi yang tak sengaja kutenggak ternyata bukan sekedar kopi. Rasanya tak hanya pahit, namun masam tertinggal di kerongkongan. Kopi rasa kemarin.
Kopi kemarin terasa manis karena ditenggak secangkir berdua dengan bibirmu. Namun rasanya cepat berubah secepat hilangnya pedulimu. Masam kini hilang kamu.
Ya, masam! Tak ada aroma menyeruak hangat. Sebab yang tersaji hanya secangkir kopi rasa kemarin. Tanpa gula, dan tanpa kamu sebagai pelengkap malam.
Asam di lambungku kini mulai naik. Ingin kumuntahkan kopi masam di tengah kejahanaman malam. Lalu kurauk muntahku dan kupoleskan padamu yang hanya diam.

Apa kau tak ingat cangkir terakhir yang kubuatkan? Takkan masam jika tak kau biarkan, tak kau abaikan.
Butiran serbuk kopi ketika diseduh, memberikan aroma yang khas dan aku ingin seperti butiran robusta. Apakah kau mengetahuinya?
Juga kafein yang menggoda pada malam, memaksa tak boleh terpejam. Sebab masih tersisa setengah cangkir kopi yang harus kau tenggak tapi tak ingin kau buang.
Kopi memang pahit, tapi bergitu nikmat jika diberi gula dan tentunya akan digemari. Begitupun kau selalu kugemari walau kutahu dalam kenyataan terasa (pahit).

Aroma kopi menyeruak ditengah gaduh dalam ruang menyelinap rongga hidung sampai tertengguk kerongkong, hangat dalam badan. Ya, secangkir kopi pada malam jahanam.
Malam itu kita berdua dengan secangkir kopi, pelukmu semakin erat tatkala malam semakin penat. Bibirmu menyentuh mulut cangkir dengan lembut, padahal hati menciut.
Sejujurnya aku khawatir, lakumu yang setiap saat mengambang di pelupuk mata esok hilang tanpa bilang.
Kopinya sengaja tak sehari habis, siapa tahu masih sama manis karena bibirmu yang aduhai manis. Tapi sungguh tragis, manisnya jadi masam seiring kau berubah jadi yang maha kejam.

Kendati kini cangkir itu tak lagi milik berdua. Kau pergi menyisakan sidik bibirmu di pinggir mulut cangkirnya. Bukan main masamnya, aku jadi hilang selera.
Bila boleh pengandaianku, kuandaikan senyatanya inginku berhentikan waktu saat di mana aku menggigil, lalu kau peluk ditemani secangkir kopi untuk menghangatkan.
Dan kendati cangkirku tak lagi dipenuhi kopi racikanmu, kuandaikan malam itu bahumu sejajar membersamaiku. Kubayangkan wajahmu dalam cangkir kopiku.
Kopi kemarin yang aku sajikan sudah pasti masam rasanya. Tak enak. Sudah cukup kau berandai, tak baik pengandaianmu. Hanya tergadai!

Aku ingin secangkir kopi terakhir malam itu. Ya, kopi robusta yang kau racik nikmat tiada tandingan. Oh sungguh, bualan kopi terus saja memanjakanku pada malam.
Secangkir kopi perempuan jahanam pada malam jahanam untuk laki-laki jahanam tuntas kuseruput habis.


30 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar