Oleh: Anisa Rahayu, Arini Hidayah,
Ferrara Ferronica, Luthfiatul Fuadah, dan Sukmawati
Kau bilang, kau sayang…
Tapi kau biarkan aku seperti
gelandang
yang tinggal tulang.
Angin berhembus kencang
menakutkan hati yang bimbang.
Getarkan cinta penuh gelombang,
membiaskan diri pada karang.
Kau bilang, kau sayang…
Tapi rinduku tak kau bilang.
Seperti tulang belulang,
kau buang ke dasar jurang.
Tulang belulang terpisah dari daging
yang menyarang,
hadirnya tak akan pernah lekang.
Rupanya suci bak warna cinta
untukmu yang tersayang.
Kau bilang, kau sayang…
Aku harus menanggung sakit yang
berulang,
sedang kau hilang sejak kau bilang
pulang.
Dan aku terus meradang meski tinggal
tulang belulang.
Burung-burung serta belalang
jua sadis menyantap dengan garang.
Bahkan barisan semut siap menyerang.
Sungguh malang si tulang belulang.
Kemudian anjing-anjing hutan
mencabik tulangku hingga tak
bersisa,
sedang kau riang
bersahaja bersua.
Kau bilang, kau sayang…
Sejak kau pulang tanpa bilang,
ada yang tersayat dalam-dalam.
Sejak tulang remuk dimakan belalang,
ada kecewa tak berbilang,
sudah cukup membuat berang.
Katamu…
“Sakitmu menjalar hingga terasa
kepayang.
Lukamu dalam bagai ditusum kerang.
Kala itu aku bukannya pulang,
tapi aku merindunya. Cintaku yang
kusayang.”
Serasa lengan hendak meraih parang,
menikam hati yang bergelut perang.
Adakah lagi uraian sayang pada
jiwanya yang (masih) bimbang?
Aku tak main-main mulai sekarang.
Jika bimbang masih bersarang, pulang
saja kau tanpa berjuang!
Bawa parang dan kau hunus cintaku
sekali tumbang!
Pada yang bimbang tak kubiarkan
harapan menyarang.
Meski padanya asa terus berkembang.
Tapi tikaman terakhirnya dengan
parang,
membuat sakit sampai belulang.
Kau bilang, kau sayang…
Di malam bertabur bintang akankah
kau nodai dengan adanya perang?
Tidakkah kau menginginkan untuk
bertahan dan berjuang?
Masa bodo kau anggap aku jalang,
sebab bicara terlalu lantang.
Baik kau bilah aku dengan parang
daripada perlahan kau buat aku mati
malang.
Padahal…
kau tikam berulang dengan parang pun
aku takkan garang,
sebab aku terlampau sayang.
Kau bilang, kau sayang…
Kau sayang sungguh malang, tak bisa
binasakan rasa bimbang.
Andai kau pejuang, harus kau pilih
yang kau sayang.
Bukan bermain dalam jurang.
Kau mabuk kepayang.
Ciputat, 10 Desember 2014