Postingan Populer

Senin, 09 Februari 2015

Kau Kemana?

Di pelataran bank aku masih menunggu. Hujan. Kau berjanji datang menjemputku setelah aku menyelsaikan urusanku di bank. Berkali-kali aku menghubungimu, tanpa jawaban. Pesanku tak kau balas. Teleponku tak kau angkat. Terakhir kudengar suara wanita petugas provider ponselmu yang meminta maaf atas namamu karena kau tak bisa menjawab teleponku.
Satu jam, hujan makin deras. Aku makin risau. Kalau kupaksakan pulang, pakaianku akan basah dan kemungkinan terburuk, kau marah karena aku tak sabar menunggumu. Petir. Aku takut. Pukul tiga sore, bank tutup. Semakin sore, satu per satu karyawan bank meninggalkan gedung. Aku? Masih di pelataran, menantimu. Hampir pukul empat, kau masih tak memberi kabar, aku masih menanti. Pukul empat lewat, kau masih tak membalas pesan, tak menjawab telepon. Hampir pukul lima, kucoba menghubungimu lewat berbagai sosial media, masih tanpa kabar. Senja, hampir maghrib. Hujan berhenti, sisa rintik. Aku mendongak, menengadahkan tangan ke bawah langit, setetes dua tetes. Hampir kering.
Aku beranjak tanpa kabar darimu. Pergi. Kuberhentikan mobil sedan berwarna biru, kendaraan umum menengah ke atas. Masuk. Duduk, dan sambil menggigit jari kulihat keluar jendela, kalau-kalau aku menemukanmu sedang dalam perjalanan berlawanan arah. Nihil.
Kau kemana?
Sampai di rumah. Setelah membayar, aku masuk. Mandi dan berganti pakaian. Kuhabiskan sisa malamku di kamar, sambil memandangi ponselku tanpa ada penambahan pemberitahuan di layarnya.
Hampir pukul sembilan, layarku berkedip. Satu pesan. Kamu. Kubuka;
"Maaf, aku harus tetap di rumah sampai satu minggu ke depan. Ada persiapan pertunanganku dengan gadis pilihan orang tuaku."
Hujan turun. Deras. Petir bersahutan. Deras membasahi pipi. Semakin malam, semakin larut, terlelap dalam sedih.

Di kursi tunggu, dalam bank. 10 Februari 2015

2 komentar: