Postingan Populer

Minggu, 26 Juli 2015

Kelana

Kamu tahu rasanya menyimpan rindu berwaktu-waktu? Tapi temu tak berhasil meredamnya, justru membengkakkannya. Iya, harusnya temu jadi media bicara. Tapi angin mengabarkan sesuatu yang sulit diindera. Sesak. Tapi aku yakin, aku sudah di posisi yang benar; mencintaimu dengan segenap rindu yang kutimbun sekian waktu. Perihal pengkhianatan dan lain sebagainya, itu urusanmu. Bukan urusanku.
~
Sore ini, tepat bulan ke-17, hari ke-519, jam ke-12.456, menit ke-747.360, dan detik ke-44.841.600 seharusnya kita bertemu, membayar semua tagihan rindu, dan mencuci semua noda prasangka. Tapi kau dituntut jam kerja, waktu istirahat, dan forum temu kangen dengan teman-teman lamamu. Kalau kutanya tentang kapan kita bertemu? Kau selalu mengelak, mengandalkan kesibukanmu sebagai alasan terkuat.
Ini sudah dua bulan lamanya setelah tatap mata kita yang sebelumnya. Tanpa pertemuan lagi dan tanpa dering ponsel di pagi hari. Sesekali pesanmu masuk sekadar menuding pernyataan bahwa aku merindukanmu, lalu kau jadikan bahan tertawaan sebelum akhirnya kau mengakui juga merindukanku –entah tulus atau tidak. Tapi aku tetap menantikan saat itu. Entah bagaimana rasanya, tapi saat-saat itu selalu kumanfaatkan untuk tetap bisa berkomunikasi denganmu; sesulit itu. Terakhir kali kumeminta waktu, kau hanya sempat bilang, “Aku lagi sibuk kerja, mungkin enggak ada waktu buat ketemu kamu. Maaf ya.” Aku bisa apa? Iya, namanya juga wanita. Aku habiskan waktuku menyibukkan diri. Mulai dari menulis, membaca, memotret, berbelanja, mencicipi makanan ini itu dengan teman-teman dekat, sekadar menghadiri ajang reuni –ajang curhat dengan teman lama, atau chatting dengan teman-teman dekat yang terbatas ruang dan waktu hingga larut malam. Mengenaskan! Selalu, sebelum tidur atau setelah bangun tidur, berkali-kali memeriksa pemberitahuan dalam ponselku, kalau-kalau tertera namamu aku bisa langsung membalasnya dan mendapatimu dengan waktu luang untuk sekadar berbalas pesan singkat denganku.
Tapi berwaktu-waktu lamanya, firasatmu tidak juga berhasil memprovokasikan hasratmu untuk melepas tuntas segala rindu, membebaskannya tanpa batas, meluruhkannya hingga habis sudah bara rindu setelah sekian waktu kutimbun hingga tertumpuk debu. Kau tak juga meminta waktu.
~
“Lan, aku mau cerita tapi kamu jangan marah, ya?”
“Iya, Win. Aku enggak akan marah. Coba cerita,” dengan seulas senyum.
“Rabu lalu, Kris, Lan. Kris…”
“Kenapa Krisna, Win?” kugoncangkan pundak Windi.
“Krisna ingin Sitha jadi pacarnya,” suara Windi memelan, diiringi nada bersalah yang dalam.
“Mungkin itu yang terbaik untuknya, Win.”
“Pasrah betul! Dia sudah menjanjikanmu apa saja, Lan?”
“Krisna bilang, dia ingin bersamaku untuk menjalani masa depannya, Win.”
“Ah, pria! Krisna sudah berapa lama tidak menghubungimu?” Windi penasaran.
“Dua bulan.”
...
26 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar